Monday, December 9, 2013

Meniru Konsep Sagoo Kitchen untuk Rumah Sendiri

Membuat rumah idaman yang nyaman ditempati bisa dirancang dengan meniru dari konsep bangunan yang sudah ada. Tetapi jangan asal tiru dari sana sini, khawatir nantinya jadi tidak terpadu. Konsep satu rumah harus utuh, satu bagian dengan yang lain harus saling terpadu, dan saling mendukung. Bukan terpecah-pecah yang dipaket jadi satu, kalau gini jadinya gak utuh. 

Saya sendiri mempunyai impian memiliki rumah dengan konsep 'Tempo Doeloe dan Kembali ke Alam'. 'Tempo doeloe' memberi kesan kesederhanaan dan ringkas, sedangkan konsep 'kembali ke alam' memberi kesan nyaman dan teduh karena memang kita menyatu dengan alam. Ciieeh... 

Sekarang, dari jalan-jalan apa yang bisa dikutip dari Sagoo Kitchen Margo City? Ini dia:

  • Meja makan dari kayu di Sagoo Kitchen. Saya suka meja makannya yang kokoh. Cuma baiknya materialnya harus dari kayu jati, jadi lebih awet. Dan kalau mau warna catnya bukan hijau muda, tetapi hijau tua atau warna coklat. 
  • Teh poci dengan cangkir kecilnya. Wah, ini bagus kalau buat menyajikan minuman ke para tamu. Tetapi harus dipadu dengan perabot ruang tamu yang senada, meja kursi dari kayu juga dengan warna coklat. 
  • Dinding rumah, tidak mesti dengan plesteran, tetapi bisa menggunakan bata merah yang kondisinya bagus. Bata tersebut disusun yang rapi. 
  • Sangkar burung yang dijadikan lampu gantung. Ini juga ide yang kreatif. Lampu model ini bisa menjadi lampu ruang tamu atau lampu diluar.


Meja kursi makan di Sagoo Kitchen

Perabot teh poci


Susunan bata merah tanpa plesteran. Kalau disusun yang rapi bisa jadi cantik juga

Hiasan dinding yang unik dan murah meriah
Lampu gantung dengan memanfaatkan sarang burung
Yup, sering kali ketika kita ke warung-warung dengan nuansa yang unik, kita bisa mendapatkan ide untuk membangun rumah dengan konsep yang kita impikan. Ya, ini imbas dari jalan-jalan. Yang perlu diingat, konsep yang kita impikan harus kuat, jadi bisa terpadu, bukan pecahan-pecahan yang dijadikan satu.

---
Teks dan foto oleh Chandra
di Percetakan Negara 29 Jakarta
09 Desember 2013
Pukul 13.40

Sunday, December 8, 2013

Nyantai Minum Teh Poci di Sagoo Kitchen

Banyak tempat buat nyantai yang bisa dipilih. Dari warung kopi pinggir jalan, restoran, sampai warung kopi kelas elit dengan merek luar negeri bertebaran di negeri ini.

Pilihan lain yang bisa dijajal adalah bersantai sambil minum teh poci di Sagoo Kitchen. Minum teh poci?? Benar dan gak salah, ini cara bersantai yang sip, khas dan unik dari daerah Tegal.

Minum teh poci disajikan dengan teh panas yang dimasukkan dalam teko kecil dari tanah liat. Gelasnya biasanya gelas kecil dan juga terbuat dari tanah liat. Untuk menyeduh minumannya, ambil bongkahan kecil gula batu ke dalam gelas dan tuangkan teh dari teko kecil. Kemudian aduk-aduk. Teh siap disruput dikit-dikit. Amboiii, nikmat banget. Paling pas memang dinikmati di waktu hujan seperti pada bulan Desember ini. Apalagi dibarengi oleh teman ngobrol yang nyambung. Wah, klop banget deh. Hati-hati bisa lupa waktu, seperti yang dialami oleh Tim Jam Kumpul waktu itu. Kami teringat masih punya daftar destinasi selanjutnya. 

Kalau di Jepang ada acara minum teh yang begitu ribet dengan protokoler dan aturan, maka minum teh poci bisa bebas sebebas-bebasnya bahkan bisa sambil ngobrol ngalor-ngidul sambil keredongan sarung. Alhamdulillah ini kelebihan Indonesia. 





---
Teks dan foto oleh Chandra
8 Desember 2013/05 Shafar 1435 H
Jam 09.43 malam
Di Ruang 7 Depok.

Mengenang Masa Jadoel di Sagoo Kitchen

Masa jadul alias tempo doeloe bagaimanapun juga tetap memberi bekas di hati. Terlebih lagi bila itu masa-masa indah. Hidup dalam suasana kesederhanaan dan jauh dari sentuhan masa kini. Kira-kira seperti itulah konsep yang diusung oleh rumah makan Sagoo Kitchen sebagaimana yang disambangi Tim Jam Kumpul pada Ahad siang di bulan Desember 2013.

Di rumah makan ini, semua kelengkapan makan dan furniture bertemakan tempo doeloe. Setelah kami masuk, disodorkan Tjatatan Resep alias daftar menu. Kami pilih Nasi Goreng Tempo Doeloe yang disajikan dengan gaya tumpeng mini. Wah, unik nih. 

Suap demi suap kami menghabiskan nasi goreng, tentu saja sambil mengenang masa indah jaman jadul. Yup, kalau masa indah memang patut dikenang, tetapi kalau masa sulit, cukup dijadikan pelajaran saja.

Selain makanan dan minuman, warung makan ini juga menyajikan cemilan dan aneka mainan anak tempo doeloe. Di samping buat hiasan yang memperkuat kesan jadoel, bisa juga dibawa pulang. Tentunya dengan membayar sejumlah uang... :)  

Ini satu rumah makan yang unik, jadi teringat pula waktu tempo doeloe menyambangi House of Raminten di Jogja. Sama uniknya juga.
 








---
Teks dan foto oleh Chandra
8 Des 2013 pukul 09.01 malam
05 Shafar 1435 H
di Ruang 7 Depok

Saturday, December 7, 2013

Murah Meriah ke Balai Besar Salatiga

Urusan pengeluaran semua orang pengennya irit bin murah. Inilah catatan saya untuk murah meriah ke Balai Besar Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga di Jl. Hasanudin 123 Salatiga.

Perjalanan perginya: 
  • Dari Bandara Adi Sumarmo Boyolali (kebanyakan mengira Solo) saya naek ojek petugas DAMRI Rp. 20.000. Harusnya naek bus DAMRI Batik Solo Trans dengan tiket Rp. 15.000. Gapapa naek ojek petugas DAMRI. Turun di halte DAMRI di Kartosuro (dekat kantor Camat Kartosuro) buat mencegat bus Solo-Semarang. 
  • Lanjut naek bis Solo-Semarang. Bis yang saya tumpangi adalah bus Raya seat 2-3, AC. Ongkos Rp. 10.000. Turun di Pasar Sapi, Salatiga.
  • Lanjut naek angkot nomor 8 menuju Jl. Hasanudin 123. Turun persis depan kantor. Ongkos cuma 2500.
  • Total: 20.000 + 10.000 + 2500 = 32500. 
Perjalanan pulangnya:
  • Dari Balai Besar Salatiga naek angkot nomor 8. Turun Pasar Sapi, ongkos 2500.
  • Dari Pasar Sapi naek bus Semarang-Solo, bus Safari, seat 2-2 AC, Rp 13.000. Turun di halte Bus DAMRI Batik Solo Trans di Kartosuro. 
  • Lanjut naek DAMRI ke bandara Adi Sumarmo dengan ongkos Rp 15.000.
  • Total: 2500 + 13.000 + 15.000 = 30.500
Total ongkos pergi-pulang = 63.000.
Sangat murah bin irit!!


---
Teks dan foto oleh Chandra
di Ruang 7 Depok
7 Des 2013 pukul 07.07 pagi

Thursday, December 5, 2013

Sate Sapi Suruh Buat Yang Anti Daging Kambing

Banyak orang yang menghindar kalau mau makan daging kambing. Bahkan ketika dikasih daging kurban, mereka bakal tanya dulu atau minta dikasih yang daging sapi aja. "Kalau daging kambing, saya gak usah dikasih deh mas...", begitu celoteh seorang warga ketika diberi daging kurban sama panitia. 

Mungkin atas dasar itu ada pedagang di Salatiga yang menjual sate sapi. Sate sapi suruh ini berlokasi di Jl. Sudirman Salatiga dekat dengan Taman Sari Shopping Center. Ini memang layak buat dicoba bagi mereka yang anti sate kambing. 

Siang itu, saya dateng sendirian ke warung sate. Belum sempat ancang-ancang mau duduk, sang ibu berjilbab hitam yang notabene adalah penjualnya menawarkan mau sate daging atau campuran. Kalau yang daging ya murni daging. Kalau yang campuran, ada daging dan ada lemaknya. Saya pilih sate daging dengan ketupat dan teh manis hangat.

Ibu itu pun langsung koordinasi dengan para stafnya (halah, bahasanya). Gak lama dateng juga yang ditunggu. Enak juga, dan memang sangat jarang yang jual sate sapi. Untuk satu porsi kuliner tersebut saya cuma perlu merogoh kocek sebesar Rp. 25.000. Lumayan lah.

Sate Sapi Suruh dan juga Bakso

Halaman parkir yang cukup luas


Sate daging dengan ketupat dan teh manis hangat
---
Teks dan foto oleh Chandra
di Hotel Le Beringin Salatiga
5 Desember 2013
Pukul 05.17 Sore  

Jalan-Jalan (Asli Jalan Kaki) di Kota Salatiga

Kamu bener tujuh, berarti SALAH TIGA. Yup, inilah Salatiga, kota yang sudah dua kali saya kunjungi untuk urusan dinas. Berada di jalur Semarang-Solo dan berhawa lumayan sejuk ketimbang Jakarta. Pusat kotanya tidak terlalu besar. Jadi kalau muter-muter ya cuma segitu aja. 

Pas bertandang ke kota ini, saya sempetin jalan-jalan (asli jalan kaki) ke beberapa spot di kota ini. Ya, gak banyak lah, namanya juga jalan kaki sambil lihat-lihat daerah orang yang masih masuk Indonesia, negara dengan komunitas Muslim terbesar di dunia. Pagi-pagi, ketika matahari masih malu-malu untuk terbit, saya bergegas berjalan ke Lapangan Pancasila. Cabut dari hotel langsung menyusuri Jl. Sukowati. Ini jalan sama namanya sama Pasar Sukowati di Bali. Dan sama juga dengan nama seorang profesor di sebuah institusi. Melewati toko-toko yang masih tutup, akhirnya sampai di Lapangan Pancasila yang berada diujung Jl. Sukowati. Sudah banyak orang yang pada olah raga, baik yang jogging atau sekedar jalan kaki. Di salah satu sisi lapangan, berdiri megah Masjid Raya Daarul Amal, Salatiga. Ini satu bangunan yang tidak boleh hilang dari kota ini. 

Sempetin juga kalau di kota ini, menyusuri Jl. Sudirman. Dimana-mana kalau yang namanya Jalan Sudirman, tentu dia adalah jalan besar di kota tersebut. Ya, itu menurut pengamatan saya. Tapi insya Allah bener. Toko-toko berjejer di sepanjang jalan ini. Tempat jual oleh-oleh juga banyak. Ada juga pasar Taman Sari Shopping Center dan Pasar Raya 2 Salatiga, yang boleh ditengok. 

Menjelang sore, di sepanjang Jl. Sudirman, banyak pedagang membuka warung makan. Yang perlu dicoba adalah wedang ronde untuk penghangat tubuh. Wah, mantap. Di dekat pintu masuk Hotel Le Beringin ada pedagang sate ayam yang layak buat dicoba. Cobain juga Sate Sapi Suruh yang ada di jalan ini. 

Yup, ini cuma sekedar catatan ringkas, buat mereka yang mau ke Salatiga, kalau salah satu, ya bukan ke sini tempatnya... :)

Seorang warga sedang berolah raga pagi di Lapangan Pancasila Salatiga

Masjid Raya Darul Amal di sisi Lapangan Pancasila Salatiga

Taman Sari Shopping Center. Keren namanya, tapi kok kayak tempat blusukan?

Pasar Raya 2 Kota Salatiga

Hiruk pikuk Jl. Sudirman Salatiga

Masih lengang



Penjual kembang
 
---
Teks dan foto oleh Chandra
di Hotel Le Beringin, Salatiga
05 Desember 2013
Jam 16.35 Sore.

Naik Ojek Petugas DAMRI dari Bandara Adi Sumarmo

Dinas ke luar kota memang paling sip dilakukan dengan bareng-bareng. Apalagi dibarengi oleh pimpinan. Urusan akomodasi tentu lebih sip lagi karena bisa berbagi. Tetapi untuk kali ini saya harus menjalaninya sendirian, gapapa sih, bahkan ada untungnya juga, bisa jadi diri saya sendiri... :).

Lepas dari Bandara Soekarno Hatta dengan menunggang Garuda Indonesia, mendaratlah saya di Bandara Adi Sumarmo, Boyolali. Yup, ini bandara yang kebanyakan orang salah kaprah. Dikira Solo padahal sebenarnya bandara ini masuk wilayah Boyolali. Alhamdulillah saya tidak asing dengan daerah ini. 

Karena 'lone ranger' kalo naek taksi tentu mahal banget untuk menuju kantor saya di Jl. Hasanudin Salatiga. Dengan mental backpacker, saya 'ngucluk' aja keluar bandara. Cari ojek gak ada. Saya lihat kelihatannya ada DAMRI nih. Gapapa yang penting bisa keluar area bandara buat lanjut dengan transportasi yang lain. Saya pun menuju pos DAMRI. Petugasnya bilang bus DAMRI nya sudah jalan. Wah, ketinggalan nih. Alhamdulillah, pertolongan Allah selalu ada buat hamba yang tanpa daya ini. Petugas DAMRI itu pun langsung menawarkan jasa ojek sebelum sempat saya 'bullying'... :). Tawar menawar dapat harga 20.000 saja ke terminal Kartosuro. Wah, asik.

Petugas DAMRI ini emang asli baek banget. Dia nganterin saya ke tempat cegatan bus yang menuju Salatiga. Dan tetap setia menemani saya sampai busnya datang. Wah makasih banget pak... Jasa-jasamu akan dicatat negara. Paling gak sudah dicatat di Jam Kumpul. 

Bus Raya jurusan Solo-Semarang pun mengantarkan saya ke Salatiga. Cuma 10.000 saja buat ongkosnya. Kursi empuk, masih lengang, pakai AC, membuat nyaman di perjalanan. Saya akhirnya turun di Pasar Sapi, Salatiga. 

Dari situ lanjut naek angkot nomor 08. Sudah dekat sih. Kalau mau jalan sekitar 30 menit :). Tapi ya naek angkot aja, ongkosnya juga murah cuma 2.500. Sekita 5 menit, sampai deh di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit.

Total buat ongkos dari Bandara Adi Sumarmo ke kantor Salatiga adalah 20.000 + 10.000 + 2.500 = 32.500. Gimana, murah meriah khan??



---
Teks oleh Chandra
di Hotel Le Beringin, Salatiga
05 Desember 2013
Siang hari. 

Thursday, November 28, 2013

Coto Makassar HM Sultan, Dimasak Pakai Kayu Bakar

Tiap daerah di Indonesia memang mempunyai tempat kuliner yang layak dicoba. Biar tahu kekayaan 'biodiversity' dari negeri yang membuat iri bangsa Eropa ini karena kekayaan rempah-rempahnya. Petualangan Tim Jam Kumpul kali ini, menyempatkan diri memanjakan lidah di Warung Coto Makassar HM Sultan DG Tayang. Meski berada di Palu, tetapi Coto Makassar tetap menjadi kekayaan khas daerah ini. 

Warungnya berlokasi di J. Gatot Subroto No. 59 Palu, dekat sekali dengan tempat menginap kami di Hotel Santika Palu. Kebesaran nama Jenderal Gatot Subroto sepertinya berimbas pada warung coto ini.  Masuk ke halaman warung ini, setumpuk kayu bakar sudah menyapa kami. Kayu bakar yang sudah dipotong-potong pakai kapak dan ditumpuk-tumpuk rapi. Di sisi pintu masuk, ada dapur tempat memasak dan menyajikan coto Makassar, jelas saja aromanya akan langsung menggoda pengunjung yang baru saja datang. Harga satu porsinya Rp 25000 saja. Itu sudah termasuk 4 biji ketupat untuk menambah lapar setelah perjalanan jauh kami. 

Ditaburi bawang goreng, menjadikan coto yang sudah lezat makin menggoyang lidah. Rekomendasi kami, cobain coto Makassar ini kalo mampir ke Palu.


Dapur di samping pintu masuk tempat menyajikan hidangan

Papan nama yang terlihat jelas dari jalan

Setumpuk kayu bakar untuk membuat hidangan coto

Cuma 25.000 perak!

Bertabur bawang goreng. Makin ahhayy dong...
---
Teks dan foto oleh Chandra
di Ruang 7 Depok, 
28 November 2011 pukul 09.10 pagi

Sunday, November 24, 2013

Jangan Pulang Tanpa Kain Tenun Khas Donggala

Alhamdulillah, di tiap daerah di Indonesia punya kekhasan. Baik makanan atau pun kerajinan tangan. Termasuk yang unik yang berasal dari Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Namanya adalah kain tenun ikat Buya Sabe. Kain tenun khas Donggala ini dibuat asli dengan kerajinan tangan, tanpa mesin. Jadi perlu ketekukunan sang pemintal yang duduk berjam-jam untuk membuat hanya selembar kain nan indah. Bayangkan, duduk berjam-jam untuk membuat selembar kain, ketimbang anak remaja jaman sekarang yang duduk berjam-jam main Internet atau game online. 

Waktu tim Jam Kumpul ke Palu untuk kedua kalinya, Jam Kumpul bersama rombongan cari-cari oleh-oleh khas Palu. Sempat blusukan ke daerah pemukiman penduduk untuk mencari toko penjual kain tenun ini. Perburuan kami berakhir di sebuah rumah di Jl. Mangga. Lemari etalase yang dipenuhi kain tenun menyapa kami. Wah, asli tinggal pilih nih. Semuanya termasuk bagus. Ada juga kain tenun yang sudah jadi. Bahannya pun macam-macam. Ada yang sutra, ada juga yang katun. Kalau saya pilih yang katun. Karena sebagai laki-laki muslim, tidak boleh dong pakai yang sutra. Kalau belum tahu tentang ini bisa baca-baca di Internet :). 

Ini kain tenun memang bercita rasa tinggi, makanya salah seorang rombongan kami membeli banyak kain tenun ini untuk oleh-oleh saudara dan teman di rumah. Saya minat yang berwarna merah maron. Mantap nih. Harganya memang relatif mahal, tetapi berkat kepiawaian pimpinan rombongan kami, dan negosiasi yang alot, akhirnya harganya bisa miring dikit. Yah, lumayan lah, kan udah beli banyak :).

Etalase yang berisi kain tenun Donggala. Dipilih.., dipilih.. . Boleh..., silahkan....

Salah satu kemeja yang dibuat dengan kain tenun Donggala
Ini bukan semata-mata membeli kain tenun Donggala buat oleh-oleh, tetapi lebih kepada penghargaan kami atas kreasi tingkat tinggi yang dibuat dengan ketekukan dan ketelitian di atas rata-rata. Kain tenun ini merupakan master piece (duh, bahasanya, tetapi emang gitu adanya).

Makanya, hargai kain ini dan jangan pulang dari Palu tanpa kain tenun Donggala. 

---
Teks dan foto oleh Chandra
Hotel Permata
Jl. Yos Sudarso, Gombong, Kebumen
24 November 2013, jam 06.06 pagi


Catatan Perjalanan ke Palu-Donggala, Sulawesi Tengah, November 2013

Pada akhir Oktober sampai tanggal 2 November 2013 saya berkesempatan kembali untuk kali yang kedua ke Palu kemudian Donggala Sulawesi Tengah. Biasa, tugas kantor. Kami serombongan menginap di Hotel Santika Palu. 

Beberapa catatan dari perjalanan ini:
1. Menikmati Coto Makassar H.M. Sultan DG Tayang
2. Ikan Bakar Heni Putri Kaili
3. Nemanin Pimpinan Berburu Kain Tenun Donggala

Ada beberapa catatan lain, tetapi yang ketiga itulah yang memberikan pengalaman baru bagi saya. Selebihnya saya sih udah pernah tuuhh.. :).


Kain tenun khas Donggala, Palu
---
Teks dan foto oleh Chandra
24 November 2013
Hotel Permata, 
Jl. Yos Sudarso, Gombong, Kebumen, Jawa Tengah
Pukul 05.34 Pagi

Monday, September 23, 2013

Gadis Maniez Ikutan Jam Kumpul

Jalan-jalan ke pelosok negeri memang gak enak kalau dijalani sendirian aja. Paling asik kalau didampingi sama orang yang kita cintai. Jadi urusan menikmati alam yang indah, kuliner yang ciamik, bisa dirasakan bersama-sama orang yang kita sayangi. 

Yup, itu benar. Awalnya Tim Jam Kumpul cuma satu orang. Ya tidak lain ya saya sendiri :), terus bertambah satu lagi yaitu istri saya. Jadi dua. Sekarang tambah lagi seorang gadiz maniesz, panggil aja May-may... :). 

Dia memang gak bisa diem. Selalu aktif bergerak. Alhamdulillah. Masih tergolong Batita Sih, jadi banyak hal yang dia tanyakan ke saya, 'apa itu abbah?'. Biar sudah dijawab, tetap bertanya juga. Ya maklum, masa-masa mengenal nama-nama benda. Saya pun insya Allah dengan lapang hati menjawab pertanyaan yang meluncur dari kedua bibir imutnya itu. Agar dia cepat mengenal dunia. 

Jalan-jalan kami bertiga memang belum banyak yang keluar kota. Tetapi tetap saja indah untuk dilewati bersama. Kayaknya yang pertama kali kami bertiga kunjungi adalah Kebun Binatang Ragunan. Ini memang lokasi wisata yang murah-meriah dan menarik buat anak kecil.

Sebetulnya sih, ingin mengatakan, jangan melewatkan momen-momen indah, di tempat-tempat yang indah, kecuali bersama orang-orang yang kita sayangi. Maka dari itu Tim Jam Kumpul sekarang bertambah jadi tiga. May-may has joined the squad..



Jalan-jalan ke Ragunan tahun 2012. May-may has joined the squad
---
Ruang 7 Depok
17 Dzulqa'dah 1434 H/23 Sept 2013
Jam 15.31 WIB

Thursday, August 1, 2013

Main Flying Fox Sambil Menembus Kabut Ketep Pass

Ketep Pass hampir mirip dengan Puncak Pass. Dingin sejuk dan kadang berkabut. Bedanya di Ketep Pass ini ada wahana flying fox yang boleh dicoba bagi Anda yang punya nyali, cieeeh. 

Yang punya nyali bukan cuma Tim Jam Kumpul dan rekan yang ikut mencicipi flying fox ini, tetapi juga anak kecil yang masih duduk di bangku SD. Yap, saat itu Tim Jam Kumpul dan rekan didahului oleh dua orang anak kecil dengan nyali gede untuk main flying fox. Wah, hebat juga ni anak, udah dilatih latihan dasar kemiliteran dengan flying fox. Harusnya emang gini anak-anak sekarang, bukan malah pada rebutan Playstation ama temennya... :).

Buat main flying fox ini perlu merogoh kocek Rp. 25000 saja per sekali main. Pasang harness dulu dibantu petugasnya yang berpakaian preman... :). Setelah itu harness dikaitkan ke katrol yang nyangkut di tali baja yang membentang kayak jemuran ke titik di seberang. Nantinya dari titik seberang pemain flying fox akan balik lagi ke titik awal yang ada di bawahnya. Jadi model kayak turunan agar roda katrol bisa melaju ke titik di seberangnya. Gitu penjelasan fisikanya... :) 

Saat itu memang cuaca sudah berkabut. Titik di seberang tidak terlihat sama sekali. Dengan sekali ayunan/dorongan, saya melaju dan hilang ditelan kabut. Wah, seru nih main ginian. Sekalian latihan kalo ada penjajah dari luar.... :) 



Dua bocah SD yang nyoba flying fox di Ketep

Dorong ....

Senyum dulu sebelum melaju


Hilang ditelan kabut

I am comingg.....

Hilang lagi ditelan kabut

Setelah datang dari kegelapan kabut

Pakai gaya Supermen, lebih seru...


---
Teks dan Foto oleh Happy Chandraleka
1 Agustus 2013
Percetakan Negara Jakarta
14.56






IP