Saturday, December 31, 2011

Meniti Pilu di Museum Tsunami Aceh

Pada bulan Desember 2011, saya berkesempatan ke Aceh. Inilah kali pertama saya menjejakkan kaki di Bumi Serambi Mekkah, bahkan di daratan Sumatera. 


Suatu hari dari perjalanan saya ke Banda Aceh, saya menyempatkan diri buat menyambangi suatu museum yang didirikan untuk mengenang tragedi tsunami tahun 2004. Namanya Museum Tsunami Aceh. Museum yang berlokasi di Jl. Sultan Iskandar Muda ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 23 Februari 2008. Bangunannya cukup megah, bahkan ada yang bilang sangat megah untuk ukuran Banda Aceh. Dibuat oleh seorang arsitektur ITB yang bernama Ridwan Kamil. Konon sebuah sumber mengatakan bahwa biaya pembuatannya mencapai Rp. 70 Milyar. 


Sebelum masuk, kami diharuskan menitipkan tas dan barang bawaan kami. Tidak dikenakan biaya untuk ongkos masuknya, tetapi dikenakan biaya untuk penitipan tas yang menggunakan loker sendiri, cukup terjangkau. Pertama kali masuk, saya harus melewati Lorong Tsunami. Ini mengingatkan saya dengan kejadian tsunami Aceh yang lampau. Menyusuri lorong yang sempit dan gelap, dengan tebing yang tinggi di sisi kiri dan kanannya. Pada tebing tersebut mengalir air deras bak air bah. Yup, jadi teringat bencana yang menelan korban ratusan ribu orang. Apalagi terdengar suara murattal al Qur'an yang terdengar sayup-sayup. Saya bukan orang Aceh dan saya tidak mengalami bencana tsunami Aceh, tetapi saya bisa merasakan keadaan waktu itu. Duh, sedihnya...


Pada bagian lain, terdapat sebuah ruangan Ramp (Cerobong). Di ruangan ini tertulis nama-nama korban yang meninggal. Sangat banyak, ruangannya gelap dengan sedikit cahaya, tetapi kita masih bisa membaca jelas nama-nama yang tertulis di dinding. Bila kita melihat ke atas, terdapat tulisan Allah pada langit-langit yang tinggi. 


Saya dan teman-teman berjalan naik menyusuri areal museum. Kami 'dibimbing' oleh cetakan kaki yang ada di lantai. Sepelangkahan kami berjalan, sepenambahan kepiluan di hati ini. Jujur saya gak kuat waktu di situ, duh sedihnya...


Museum Tsunami Aceh ini memang dibuat untuk mengenang bencana Tsunami 2004, tetapi lebih dari itu untuk mengingatkan kita betapa kecilnya kita di hadapan Allah Rabb Semesta Alam, sekali sapuan ombak saja, satu gugusan hancur. Semoga kita selalu mengingat-Nya.  


Museum Tsunami Aceh

Bangunan megah museum

Bola batu di tepi kolam, satu bola satu negara. Terima kasih telah membantu Aceh

Red Cross dan Red Crescent

Jadwal buka museum. Hari Jum'at libur

Pengunjung melalui Lorong Tsunami

Display video menampilkan keadaan bencana Aceh. Terekam keadaan di depan Masjid Baiturrahman

Nama-nama para korban tsunami

Tulisan Allah di langit-langit cerobong

Foto-foto tsunami Aceh

----
Teks dan Foto oleh Chandra Abu Maryam
di Ruang 7 Depok
Sore hari menanti Ashar
31 Desember 2011

Monday, December 19, 2011

Renovasi Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh Berkat Bantuan Allah

Banda Aceh Desember 2011. Wilayah ini masih merupakan 'misteri' di benak saya. Banyak yang saya ingin tahu tentang keadaan Aceh. Barulah pada akhir tahun 2011, saya sempat bertandang ke daerah ini. Saya menginap di kawasan Peunayong, Banda Aceh, bersama kawan-kawan. Lokasinya termasuk pusat aktivitas bagi warga Banda Aceh.


Saya pun menyempatkan diri buat mampir ke Masjid Raya Baiturrahman yang merupakan salah satu masjid terindah yang ada di Indonesia. Menurut Wikipedia, masjid ini dahulunya merupakan masjid Kesultanan Aceh, dan pernah dibakar oleh Belanda pada tahun 1873. Awalnya masjid ini mempunyai kubah satu, kemudian dibuat tiga kubah pada tahun 1935, dan akhirnya dibuat menjadi lima kubah. Bentuknya manis, dilengkapi dengan ukiran yang menarik membuat kita tidak jemu untuk mengaguminya. Masjid yang berada di dekat Pasar Atjeh ini mempunyai halaman yang sangat luas dengan kolam besar ditengahnya.


Banyak sekali warga sekitar yang datang ke sini, meski tidak sedikit juga yang orang luar Aceh. Mungkin sambil menunggu datangnya shalat, sebagian dari mereka mengambil kesempatan untuk foto-foto. Kalau tidak bawa kamera, ada tukang foto yang siap melayani. Sekali jepret tarifnya Rp. 15.000. Yah, cukup murah.


Masjid ini sempat direnovasi kembali pasca Tsunami Aceh. Renovasinya selesai bulan Desember 2007 dengan pendanaan dari The Saudi Charity Campaign. Untuk mengingat hal tersebut, dibuat semacam prasasti di depan kolam besar masjid. Dan yang menarik di prasasti tersebut ditulis besar-besar seperti ini:


"Telah Selesai Berkat Bantuan Allah S.W.T."


Mengingatkan kita bahwa segala sesuatunya adalah berkat bantuan Allah Jalla wa 'Ala.

Menara masjid di pintu depan, di foto dari becak yang sedang melaju

Masjid Raya Baiturrahman di waktu sore

Telah Selesai Berkat Bantuan Allah
Halaman Masjid Baiturrahman

Masjid Raya Baiturrahman dengan kolam besar di depannya

Keindahan Masjid Raya Baiturrahman

Dua orang tukang foto di Masjid Baiturrahman sedang berdiskusi

Sisi sebelah kiri masjid






Dominan warna putih di dalam masjid





























-----
Teks dan Foto oleh Chandra Abu Maryam
di Ruang7 Depok
21 Desember 2011
9.39 Malam

Thursday, December 15, 2011

Hitamnya Kopi Ulee Kareng di Warkop Solong Banda Aceh

Di Aceh ini banyak yang menarik. Pikiran 'adventuring' saya langsung berjalan, untuk mencoba-coba apa yang khas dari daerah Cut Nyak Dien ini. Dari mulai, Masjid Baiturrahman, Ayam Lepas, Ayam Tangkap, Becak, Kopi Aceh, Musium Tsunami, sampai dendeng Aceh menjadi pilihan bagi para pelancong yang bertandang ke bumi Serambi Mekkah.


Okelah satu-satu saya cobain... he. Dan..., sampailah saya dan teman-teman ke warung kopi yang ada di Pasar Ulee Kareng. Warung kopi ini berada di tepi jalan T. Iskandar. Tempatnya adem dan luas, nyaman buat minum kopi. Namanya Warung Kopi Solong.
Akhirnya saya pesan satu cangkir kopi. Di warung ini kita bisa melihat jelas bagaimana kopi ini diracik di dapur sebelum disajikan ke pembeli. Hmm, makin semangat nih buat nyobain. Kopi pun tersaji di meja, disuguhkan dengan beberapa makanan pendamping khas Aceh. Saya pun mencicipi kopi ini, pahit sekali. Sangat pahit dari kopi biasa. Tambahkan gula secukupnya untuk memberi rasa manis. Memang kopi ini disajikan dengan gula yang belum dicampur, jadi pembeli sendiri yang menambahkan gula ke kopinya. Hmm, sedap...


Di warung kopi ini juga kita bisa membeli bubuk kopi yang bisa kita bawa pulang. Saya membeli 1/4 kilo kopi bubuk, harganya Rp. 18.000. Sekedar buat oleh-oleh untuk yang di rumah.


Warkop Solong menyapa pengunjungnya


Meracik kopi sepenuh hati


Logo Warkop Solong, jadi ingat logo Star Buck Coffee


Dua bungkus kopi bubuk Ulee Kareng


Tumpukan kopi bubuk untuk yang ingin ngopi di rumah


Kopi Ulee Kareng yang hitam, masih pahit karena belum diberi gula


Hidangan pendamping khas Aceh buat teman ngopi




Kresek Warkop Solong


---
Teks dan Foto oleh Chandra
Pagi hari yang cerah
di Peunayong, Banda Aceh
15 Desember 2011


IP