Sunday, November 28, 2010

Apa yang Dikocok dari Mi Kocok Kartika ?

Kamis siang di Bandung lain dari biasanya. Cuaca hari itu tidak hujan, tumben. Sejak Senin biasanya hujan, kadang siang hari, kadang sore hari. Alhamdulillah nih, bisa menjejakkan kaki di Bandung lagi yang dikenal dengan Paris van Java. Ke Bandung dalam sebuah perjalanan tugas dari Senin 22 November sampai Jum'at 19 November 2010. Berteduh di sebuah hotel di daerah Dago Bandung.

Siang itu kali pertama saya keluar hotel. Untuk menyegarkan pikiran, ya ikut rombongan temen-temen yang penasaran dengan Mi Kocok Kartika. Dari omongan ke omongan konon mi kocok ini memang enak. Akhirnya mobil kami meluncur ke daerah bawah Dago. Hmm, cukup dekat dengan tempat tujuan yang berlokasi sama di Jl. Juanda Bandung.


Akhirnya semua sepakat dan seragam pada memesan Mi Kocok Kartika. Mari kita lihat komponen apa yang menyusun mi ini. Hmm, ada mi gepeng, kikil, taoge, kerupuk, dan jeruk nipis. Kuahnya juga cukup banyak. Ini adalah kali pertama saya menikmati mi kocok. Hmm, sedapnyee (kalau pakai bahasa Ipin dan Upin :) ). Saya tidak tahu kenapa mi ini memang terasa nikmat, apa memang racikannya pas, atau memang saya sedang lapar .... :). Satu pertanyaan yang bikin saya bingung sampai sekarang adalah kenapa ini dinamakan mi kocok yah? Apanya yang dikocok??


Yah, kita gak perlu pusing urusan proses pembuatan, yang jelas hasil akhirnya memang enak. Dengan harga yang cukup terjangkau yaitu Rp. 18.000 untuk satu mangkok, rasa-rasanya mi ini memang patut pembaca coba.




Di situ juga saya mencicipi satu minuman yang bikin saya penasaran. Tadinya mo pesan jus, tetapi mata saya tertuju pada suatu minuman yang tertera di daftar menu. Ya, Teh Tarik Malaysia. Rasanya memang teh, tetapi warnanya agak coklat susu dan di bagian atasnya ada busa-busanya. Hmm, sulit mendeskripsikan teh ini. Ini yang membuat saya bingung, sama halnya juga dengan kebingungan saya kenapa dinamakan 'Teh Tarik'. Apanya ya yang ditarik ??




---
Chandra at Ruang7 - Jakarta
28 November 2010 Jam 10.40 AM
Pagi hari yang cerah
Menanti seorang spesial yang datang
:)

Sunday, November 14, 2010

Buat Ibu Hamil, Gratis Soto Kudus Kauman

Di bilangan Jakarta bagian Selatan, ada warung soto yang bersih, nyaman, dan enak buat dicoba. Namanya Soto Kudus Kauman. Warung soto ini sudah punya tiga cabang dan semuanya ada di daerah Cinere dan Ciputat. Yang saya coba adalah warung soto yang berlokasi di Cinere. Ceritanya, sewaktu jalan-jalan ke rumah seorang teman di daerah Bintaro, akhirnya saya melintasi wilayah Cinere. Terlihat ada warung soto yang lumayan unik, karena di depannya di pasang atap rumbia dengan papan nama berwarna orange cerah. Wah, menggoda hati buat mencobanya. Akhirnya motor saya pun berbelok ke warung Soto Kudus ini.

Soto Kudusnya ini menggunakan daging ayam kampung, jadi so pasti lebih enak daripada menggunakan ayam negeri. Hmm, padahal saya juga gak bisa merasakan bedanya daging ayam kampung sama ayam negeri.... hehe. Cuma kata orang sih emang lebih enak. Kalau menurut saya memang enak... :). Harga satu porsinya pun cukup terjangkau saku, cuma Rp. 7000. Hmm, yummii.

Penjualnya termasuk orang yang suka bersedekah, buktinya dia siap menggratiskan satu porsi Soto Kudusnya untuk para ibu hamil. Jadi kalo pembaca sedang hamil :) ya sempatkan saja mampir ke warung ini. Dijamin dikasih satu porsi gratis, lihat saja di papan namanya, ada stempel "Gratis untuk Ibu Hamil".

Lokasi warung yang penulis cicipi adalah di daerah Cinere, tepatnya di Jl. Karang Tengah Raya - Cinere - Depok. Selain di Cinere ada juga warung yang lain yaitu di Jl. Pondok Cabe dan di Food Court Lotte Mart Ciputat Jakarta Selatan. Hmm, penasaran kan mo nyicipin Soto Kudus Kauman ini. Ayo buruan dateng.... :)
---
Chandra at Ruang7 - Jakarta
14 Nov 2010 Jam 10.20 PM
Malam hari yang ramai suara kodok meski tanpa hujan

Sunday, November 7, 2010

Rujak Gendut Barelang - Batam

Menikmati pemandangan dan angin dari atas Jembatan Barelang - Batam serasa belum lengkap tanpa menyantap camilan. Hitung-hitung buat pelengkap teman ngobrol biar mulut tidak terasa 'asem'. Ya, daripada merokok yang berbahaya buat kesehatan, mendingan makan rujak. Yup.

Di atas Jembatan Barelang ini ada satu-satunya penjual rujak yang boleh dicoba. Dia menamakan dirinya sebagai "Rujak Gendut Gitu Lho" :). Saya sendiri tidak sempat menanyakan dari mana asal-usul nama tersebut. Tetapi beberapa teman ketika berkunjung ke sana sempat mencoba Rujak Gendut ini. Harganya insya Allah relatif terjangkau. Dan soal rasa pedas, kita bisa pesan tidak pedas, sedang, atau bahkan ekstra pedas. Hmm, ternyata penjualnya punya cara yang menarik ketika mengulek sambalnya. Bikin kita ketawa aja, sang bapak tersebut mengulek sambel sambil bergoyang pinggul. Mungkin untuk mengimbangi ulekan sambel yang dia lakukan di atas sepedanya. Ya, itu cuma cara bikin rujak saja, yang penting kan hasil akhir soal rasa harus siip.


Sepertinya bapak penjual rujak ini juga paham benar cara memperbesar daerah pasar, buktinya beliau merelakan mencantumkan nomor hapenya di atas sepedanya. Ya, kami doakan semoga pemasarannya semakin meluas... amiin. Tapi jangan sampai pembaca yang di luar Batam kirim SMS buat pesen rujaknya. Kasihan beliau, ngirimnya repot... :).

Di atas Jembatan Barelang ini, ada juga penjual makanan yang lain. Yang menarik adalah penjual sate udang. Makanan ini terdiri dari udang-udang yang ditusuk pakai lidi dan kemudian dilumuri dengan tepung. Kemudian digoreng. Wah, klo udang insya Allah banyak proteinnya, katanya sih bikin cerdas.


Selain itu dijual juga kepiting raksasa. Hmm, sedapnyaa.... . Tapi bingung juga nih kalau mo makan kepiting, gimana makannya yah? Gak jadi nyobain deh.


Yup, itu sebagian dari penjual makanan yang ada di atas Jembatan Barelang, sebuah jembatan yang menghubungkan Pulau Batam, Pulau Rempang, dan Pulau Galang. Kalau pembaca ke Batam, sempat-sempatkan diri ke jembatan ini dan cicipi Rujak Gendut dan yang lainnya. Ya, itung-itung menghidupkan ekonomi rakyat kecil.


---

Ruang7 - Depok
Chandra
7 November 2010 Jam 13.43 WIB



Tuesday, November 2, 2010

Yang Menarik di Waikabubak - NTT

Tanggal 24 - 27 Oktober 2010 saya sempat berkunjung ke Waikabubak, NTT. Waikabubak berada di Pulau Sumba (bukan Sumbawa), di sebelah selatan Pulau Komodo. Bisa ditempuh dengan perjalanan darat dari Bandar Udara Tambolaka sekitar 1 jam. Bandar Udara Tambolaka termasuk masih sederhana, hanya ada satu bangunan permanen sebagai tempat keberangkatan dan kedatangan penumpang. Tetapi bandar udara ini masih terus membangun.

Setelah sekitar satu jam perjalanan darat menggunakan mobil, akhirnya sampai juga di Waikabubak. Kotanya masih jauh dari keruwetan seperti Jakarta. Nggak ada lampu merah... :). Saya sempatkan diri buat jalan-jalan di kota ini seperti kebiasaan saya tiap ke kota-kota lain. Biasanya tiap pagi hari. Sekitar jam tujuh pagi toko-toko mulai buka termasuk pedagang pribumi yang menjual kain tenun khas Sumba, pedagang penjual parang khas Sumba, dan penjual tembakau dan pinang. Pedangan pribumi ini menjual barang dagangannya dengan menggelar tikar di emperan toko-toko. Yup, memang begitu cara mereka berjualan.



Sebagian orang penduduk sini menggunakan pakaian tradisional mereka, yaitu menggunakan kain sarung bagi wanitanya dan bagi laki-lakinya menggunakan ikat kepala dan selendang di pinggang. Selendang tersebut berguna untuk membawa parang. Wah..., memang begitu kebiasaan disini, sebagian laki-lakinya membawa parang di jalan-jalan kota ini. Tapi insya Allah masih aman... :) asal jangan macem-macem.

Berdasarkan buku yang saya baca di sebuah kantor di kota ini, sebagian besar penduduknya beragama Katolik meski ada sebagian yang beragama Islam. Sempet juga shalat di masjid raya di kota Waikabubak, yaitu di Masjid Agung Al Azhar Waikabubak di Jl. A. Yani. Alhamdulillah cukup ramai orang shalat di masjid ini. Hmm, ada seorang bapak yang shalat di masjid ini sambil duduk. Wah, barakallah fiikum masih menyempatkan diri shalat berjama'ah di masjid.

Ketika jalan-jalan pagi di kota ini, saya menyempatkan diri mampir ke seorang penjual kain tenun Sumba. Seorang anak muda penduduk Sumba sedang merapikan barang dagangannya. Berawal dari lihat-lihat akhirnya jadi tertarik juga membeli kain tenun Sumba. dia menawarkan kain panjang, selendang, dan sarung. Saya pikir-pikir mending beli kain panjang aja, bisa sekalian buat selimut... hehe. Akhirnya terjadilah tawar-menawar harga. Dan saya bisa beli kain tenun yang insya Allah bagus dengan harga Rp. 120.000,-. Hmm, kemahalan gak ya? Gak tahu juga yang jelas harga awalnya Rp. 200.000,-. Mungkin di bawah 100 ribu bisa dapat juga.



Ada hal lain yang menarik di Waikabubak ini selain kain tenunnya yang indah, yaitu kerbau. Kerbau merupakan binatang ternak yang sangat penting di daerah ini, mungkin untuk daerah Pulau Sumba pada umumnya. Hampir setiap acara adat mesti menggunakan kerbau, ya mungkin untuk dipotong dan dagingnya dibagikan ke orang banyak. Acara adatnya contohnya adalah pernikahan. Ada penduduk setempat yang mengatakan bahwa seorang laki-laki yang akan menikahi gadis di daerah ini harus membawakan sekitar 60 ekor kerbau. Wah..., tinggal dihitung saja kalau harga satu kerbau adalah 7 - 10 juta.

Binatang ternak lain yang biasa dipelihara penduduk setempat adalah kuda. Tetapi nampaknya kuda agak kurang terurus. Maka dari itu jangan heran kalau kita lihat kuda di daerah ini kurus-kurus, karena penduduknya lebih senang merawat kerbau. Saya hampir lupa mencatat bahwa kerbau nampaknya memang menempati posisi tertentu di masyarakat sini, terlihat dari lambang daerah setempat yang menggunakan gambar kepala kerbau bertanduk panjang. Selain itu pada makam-makam penduduk pun sebagiannya memasang gambar kerbau bertanduk panjang.

Perjalanan di kota ini diakhiri dengan jalan-jalan ke Pantai Rua yang ada di sebelah selatan Pulau Sumba. Pantainya masih sepi pengunjung, pasirnya putih, sebagian penduduk mencoba mencari ikan untuk umpan. Di sisi pantai yang lain ada sekelompok orang sedang membuat perahu kayu. Dua orang anak selalu mengikuti saya di pantai itu. Wah, mereka tahu klo saya emang orang asing di daerah itu. Akhirnya saya foto-foto saja dengan harapan mereka bisa senang. Hehe.

Perjalanan ke sana masih belum lengkap sayangnya. Karena saya tidak sempat melihat dari dekat rumah tradisional khas Sumba. Ya karena memang ada hal-hal lain yang perlu dikerjakan jadi tidak sempat. Semoga lain waktu bisa lihat dari dekat rumah beratap tinggi khas Sumba itu.

---

Chandra
Ruang7 - Depok
2 Nov 2010
[update 3 Nov 2010 jam 10.23 malam, lagi gak bisa tidur]

Mukaddimah

Pada postingan pertama ini saya ingin berterima kasih kepada orang yang pertama kali mendorong saya untuk membuat blog, yang dari situ lahirlah blog Buku-Islam di http://buku-islam.blogspot.com. Tidak berterima kasih kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada sesamanya. Selanjutnya lahir blog-blog yang lain. Sehingga ada tiga blog yang saya kelola termasuk blog yang baru ini. Hmm, jadi teringat doa saya, "Ya Rabb, jadikan nafkah saya melalui PENA saya".

Blog ini dimaksudnya sebagai catatan dari hal-hal menarik yang saya temui dalam perjalanan saya yang semoga bermanfaat buat yang lain. Hmm, itu saja dulu.

---
Chandra
Ruang7 - Depok
Pagi hari yang cerah 2 Nov 2010
Saat lagi batuk-batuk, but I love writing :)


IP